Jumat, 19 Maret 2010

Pragmatik

Oleh Ade Heryawan, S. Pd.



A. Pengertian Pragmatik
Sebagai ilmu kajian bahasa, linguistik memiliki berbagai cabang ilmu, antara lain: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Fonologi merupakan cabang linguistik yang mengkaji seluk-beluk bunyi bahasa. Morfologi merupakan cabang linguistik yang mengkajiseluk-beluk morfem dan penggabungannya. Sintaksis merupakan cabang linguistik yang mengkaji penggabungan satuan-satuan lingual berupa kata yang dapat membentuk satuan kebahasaan lebih besar, seperti: frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semantik merupakan cabang linguistik yang mengkaji makna satuan-satuan lingual, baik makna leksikal maupun gramatikal. Sedangkan pragmatic merupakan cabang linguistik yang mengkaji struktur bahasa secara eksternal, yakni penggunaan satuan kebahasaan dalam komunikasi.

Dari kelima cabang linguistik tersebut, terdapat dua cabang yang menjadikan makna satuan bahasa sebagai objek kajiannya. Kedua cabang linguistik itu adalah semantik dan pragmatik. Semantik mengkaji makna-makna satuan lingual secara internal. Sedangkan pragmatik mengkaji makna-makna satuan lingual secara eksternal. Perbedaan cara pengkajian makna dalam semantik dan pragmatik ini dapat dilihat dalam contoh kalimat berikut.
(1) Keterampilan berbicaranya yang sangat bagus, menjadikan ia juara pidato.
(2) Ayah : Bagaimana ujian bahasamu?
Badu : Wah, dapat 50, Yah!
Ayah : Bagus, besok main PS saja, ya!
Kata bagus, pada kalimat (1) dan (2) memiliki makna yang berbeda. Perbedaan ini terjadi karena makna kata bagus pada kalimat (1) dikaji secara internal, sehingga bermakna “baik” atau “tidak buruk”. Sedangkan pada kalimat (2), kata bagus harus dikaji secara eksternal, sehingga tidak lagi bermakna “baik” atau “tidak buruk”, tetapi bermakna sebaliknya dan biasa digunakan untuk menyindir.

Bertolak pada perbedaan cara pengkajian dalam semantik dan pragmatik yang mengkaji makna secara internal dan eksternal, berikut disajikan beberapa pengertian pragmatik dari berbagai sumber.
1. Menurut F. H. George dalam Semantics;
Pragmatik atau semantik behavioral menelaah perilaku insan, terutama sekali dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berperilaku dalam keseluruhan situasi pemberian tanda dan penerimaan tanda (George, 1964: 31).
2. Menurut Madelon E. Heatherington dalam How Language Works;
Pragmatik menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan terutama sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosialperformansi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Pragmatik menelaah bukan saja pengaruh-pengaruh fonem suprasegmental, dialek, dan register, tetapi justru memandang performansi ujaran sebagai suatu kegiatan sosial yang ditata oleh aneka ragam konvensi sosial. Dan para teoritikus pragmatik telah mengidentifikasi adanya tiga jenis prinsip kegiatan ujaran, yaitu kekuatan ilokusi, prinsip-prinsip percakapan, dan presuposisi (Heatherington, 1980: 155).
3. Menurut C. W. Morris dalam Foundations of the Theory for Sign;
Pragmarik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan para penafsir (Morris, 1938: 6).
4. Menurut Stephen C. Levinson dalam Pragmatics;
Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa (Levinson, 1980: 1).
5. Menurut Geoffrey N. Leech dalam Principles of Pragmatics;
Pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa mengkaji penggunaan bahasa yang berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik (Leech, 1983: 13).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan cabang linguistik yang mengkaji makna satuan bahasa berupa fonem, morfem, frase, klausa, kalimat, dan wacana yang digunakan penutur dengan memperhatikan situasi tutur.

B. Sumber Kajian Pragmatik
Dengan mencermati uraian dan berbagai pengertian pada bagian 1.1, terlihat jelas bahwa makna yang dikaji semantik dan pragmatik berbeda. Semantik mengkaji makna yang bebas konteks, sedangkan pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks.

Dengan demikian, sumber kajian semantik dan pragmatik pun berbeda. Semantik menjadikan makna internal yang bersifat bebas konteks (context independent) sebagai sumber kajian. Sedangkan sumber kajian pragmatik merupakan dikotomi dari sumber kajian semantik, yaitu makna eksternal yang bersifat terikat konteks (context dependent).

Dan bila dicermati secara mendalam, makna yang menjadi sumber kajian semantik merupakan makna linguistik (linguistic meaning) atau speaker sense. Hal ini berarti bahwa, makna yang dikaji semantik bersifat diadis, yaitu makna yang dapat dirumuskan dengan kalimat “Apa makna x itu?”, sedangkan makna yang dikaji pragmatik bersifat triadis, yaitu makna yang dapat dirumuskan dengan kalimat “Apakah yang kau maksud dengan berkata x itu?”. Dalam bahasa Inggris, kedua konsep makna itu dapat dibedakan dengan kalimat “What does x mean?” dan “What do you mean by x?”.

C. Analisis Pragmatik
Analisis pragmatik merupakan pengkajian suatu kalimat atau wacana dengan mempertimbangkan situasi tutur yang dapat melahirkan kesimpulan tersirat dalam kalimat atau wacana tersebut. Analisis pragmatik ini dapat dilihat dalam wacana berupa teks iklan bumbu masak nasi goring Kokita berikut.
(3) Regu tembak : Coba katakan, apa permintaan terakhirmu?
(4) Tahanan : Nasi goring Kokita.
(5) Regu tembak dan tahanan : Hm! (Makan nasi goreng bersama-sama)
Dari teks iklan tersebut, secara analisis pragmatik diperoleh kesimpulan bahwa nasi goreng dengan bumbu masak Kokita sangat lezat. Kesimpulan ini diperoleh berdasarkan hasil perbandingan teks tersebut dengan kenyataan di lapangan yang menunjukkan bahwa, bila seorang tahanan yang akan menjalani eksekusi di depan regu tembak ditanyai tentang permitaan terakhirnya, maka jawaban yang disampaikannya adalah “Ingin bertemu dengan keluarga atau teman terdekat”. Namun, dalam teks iklan itu ternyata tahanan menjawab “Nasi goreng Kokita”.Hal ini menunjukkan bahwa, makan nasi goreng dengan bumbu masak Kokita dipandang lebih penting daripada bertemu dengan anak dan istri. Jadi dalam teks iklan itu diungkapkan secara tersirat bahwa, bumbu masak Kokita sangat lezat, sehingga dapat melupakan anak dan istri, serta kedudukan dan kewajiban regu tembak terlupakan karena ikut menikmati nasi goreng dengan bumbu masak Kokita yang diminta tahanannya. Dengan demikian, jawaban “Nasi goreng Kokita” yang diungkapkan tahanan, bukanlah sekedar informasi biasa, tetapi merupakan informasi yang memiliki daya persuasi yang kuat.

D. Analisis Linguistik Struktural
Berbeda dengan analisis pragmatik yang mengkaji suatu kalimat atau wacana dengan mempertimbangkan situasi tutur, analisis linguistik struktural merupakan pengkajian suatu kalimat atau wacana dengan menjadikan bentuk-bentuk lingual tanpa mempertimbangkan situasi tutur sebagai dasar pengkajian, sehingga penganalisisannya bersifat formal.

Bila teks iklan pada bagian 1.3 dianalisis secara linguistik struktural, setidak-tidaknya akan diperoleh kesimpulan bahwa dalam teks iklan itu terdapat:
1. klausa interogatif-informatif, yaitu pada kalimat “Coba katakan, apa permintaan terakhirmu?” dengan penanda perintah “coba”, predikat “katakan”, kata Tanya “apa” sebagai predikat, dan subjeknya “permintaan terakhirmu”.
2. kalimat jawaban, yaitu pada kalimat “Nasi goreng Kokita.” berupa frase nomina atributif yang menduduki fungsi predikat.
3. kalimat minor, yaitu pada kalimat “Hm!” berupa kalimat seru yang terdiri atas interjeksi.
Dan bila diteruskan dengan menggunakan analisis gramatika secara formal, biasanya penganalisisan secara linguistik struktural itu akan dilanjutkan pada tataran subklausa, kata, dan morfem. Analisis formal seperti ini tidak akan menangkap maksud penulisan teks iklan tersebut, bila pendekatan pragmatik untuk melengkapinya tidak digunakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar