Minggu, 06 Juni 2010

PRESUPOSISI, IMPLIKATUR, DAN ENTAILMENT

Oleh Ade Heryawan, S. Pd.

A. Presuposisi
Istilah presuposisi berasal dari bahasa Inggris presupposition yang berarti perkiraan, persangkaan, atau praanggapan. Istilah ini digunakan karena sebuah kalimat ternyata dapat mempresuposisikan dan mengimplikasikan kalimat yang lain.
Sebuah kalimat dapat dikatakan mempresuposisikan kalimat lain bila ketidakbenaran kalimat kedua (yang dipresuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama (yang mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, perhatikan kalimat berikut:
(1) Novel Kroco sangat menarik.
(2) Istri pejabat itu cantik sekali.
Kalimat (1) mempresuposisikan bahwa ada novel yang berjudul Kroco. Bila memang ada novel yang berjudul sepeti itu, kalimat ini dapat dinilai benar dan salahnya. Akan tetapi, bila tidak ada novel yang berjudul Kroco, maka kalimat (1) tidak dapat dinilai benar dan salahnya. Demikian pula dengan kalimat (2), kalimat ini mempresuposisi-kan bahwa pejabat itu mempunyai istri. Bila memang pejabat yang dimaksudkan dalam tuturan itu mempunyai istri, maka kalimat (2) pun dapat dinilai benar dan salahnya. Akan tetapi, bila hal sebaliknya menjadi kenyataan, kalimat (2) pun tidak dapat ditentukan kebenarannya.

B. Implikatur
Di dalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan lawan tutur dapat melakukan komunikasi secara lancar, karena mereka memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkannya. Jadi di antara penutur dan lawan tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis, bahwa hal-hal yang dipertuturkannya itu saling dimengerti.
Grice (1975) dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation menge-mukakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan itu. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur (implicature). Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi mutlak (necessary consequence). Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, perhatikan kalimat berikut:
(3) Joko : Ali sekarang memelihara kucing.
Ani : Hati-hati menyimpan daging, Jok!
(4) Dita : Tono di mana, Din?
Dini : Tati di rumah Deani.
Tuturan Ani dalam kalimat (3) bukan merupakan bagian dari tuturan Joko. Tuturan Ani muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang kucing dengan segala sifatnya. Dan salah satu sifatnya adalah senang makan daging. Dengan demikian, tuturan Ani tersebut merupakan implikatur dari tuturan Joko.
Sedangkan kalimat (4) sepintas tidak merupakan tuturan yang memiliki implikatur. Namun jika Tono adalah teman akrab Tati, maka tuturan Dini dalam kalimat (4) pun merupakan implikatur dari tuturan Dita. Karena meskipun tuturan Dini bukan merupakan bagian dari tuturan Dita. Tuturan Dini ini muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengetahuan tentang Tono. Tono adalah teman akrab Tati. Kalau Tati di rumah Deani, tentu Tono pun ada di sana.
Tuturan Ani dalam kalimat (3) dan Dini dalam kalimat (4) bukan merupakan bagian dari tuturan Joko dan Dita karena masih dimungkinkan membuat kalimat (5) dan (6) seperti berikut.
(5) Walaupun Ali sekarang memelihara kucing, tetapi kita tidak perlu hati-hati menyimpan daging.
(6) Walaupun Tati ada di rumah Deani, tetapi Tono tidak ada di sana.
Kemungkinan kalimat (5) dan (6) berdiri sebagai kalimat yang gramatikal atau berterima karena secara semantis, tuturan Ani dan Joko serta Dini dan Dita dalam kalimat (3) dan (4) tidak ada keterkaitan. Keberterimaan kalimat (5) dan (6) bila dihubungkan dengan tuturan Joko dan Dita dalam kalimat (3) dan (4) mungkin karena kucing Ali selalu ada di dalam rumah, atau Ali sangat rajin memberi makan kucingnya; atau hubungan Tono dan Tati tidak seerat dulu lagi.
Dengan tidak adanya keterkaitan semantis antara suatu tuturan dengan yang diimplikasikan, maka dapat diperkirakan bahwa sebuah tuturan memiliki kemungkinan untuk menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya. Misalnya dapat dilihat dalam kalimat (7), (8), dan (9) berikut.
(7) Tono: Bambang datang.
Andi : Rokoknya sembunyikan!
(8) Tono: Bambang datang.
Andi : Aku akan pergi dulu.
(9) Tono: Bambang datang.
Andi : Kamarnya bersihkan!
Tuturan Andi dalam kalimat (7) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah perokok, tetapi ia tidak pernah membeli rokok. Merokok kalau ada yang memberi, dan tidak pernah memberi temannya. Tuturan Andi dalam kalimat (8) mungkin mengimplikasikan bahwa Andi tidak senang terhadap Bambang. Dan tuturan Andi dalam kalimat (9) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah seorang pembersih dan akan marah-marah bila melihat sesuatu yang kotor.
Penggunaan kata mungkin dalam menafsirkan implikatur yang ditimbulkan oleh sebuah tuturan penutur seperti pada penjelasan kalimat (3), (4), (5), (6), (7), (8), dan (9) tersebut, didasari banyaknya kemungkinan implikasi yang melandasi kontribusi lawan tutur dalam ketujuh tuturan yang disebutkan penutur-penuturnya.

C. Entailment
Berbeda dengan implikatur yang menunjukkan bahwa hubungan antara tuturan dan maksudnya tidak bersifat mutlak, misalnya seperti tercermin dalam relasi tuturan lawan tutur dan penutur dalam kalimat (3), (4), (5), (6), (7), (8), dan (9) tersebut, pertalian antara penutur dan lawan tutur dalam kalimat (10) berikut ternyata bersifat mutlak. Hubungan antara tuturan dan maksudnya yang bersifat mutlak ini disebut entailment.
(10) Parto : Badu menggoreng ikan.
Eko : Badu memasak ikan.
Tuturan Eko dalam kalimat (96) merupakan bagian atau konsekuensi mutlak (necessary sequence) dari tuturan Parto, karena menggoreng secara mutlak berarti memasak. Sehubungan dengan kalimat (96) itu, maka kalimat (97) berikut tidak dapat diterima.
(11) Walaupun Badu menggoreng ikan, tetapi ia tidak memasaknya.
Yang benar adalah jika Badu menggoreng ikan tentu ia harus memasak ikan itu, karena menggoreng adalah salah satu cara memasak ikan. Contoh lainnya dapat dilihat dalam kalimat berikut.
(12) Dewi : Desi Ratnasari seorang janda.
Ani : Desi Ratnasari pernah memiliki suami.
(13) Dewi : Anaknya seorang sarjana.
Ani : Anaknya pernah kuliah di perguruan tinggi.
Kalimat (98) dan (99) tersebut tidak dapat diubah bentuknya menjadi tuturan seperti dalam kalimat (100) dan (101) berikut.
(14) Walaupun Desi Ratnasari seorang janda, tetapi ia belum pernah bersuami.
(15) Walaupun anaknya sarjana, tetapi anaknya tidak pernah kuliah di perguruan tinggi.
Hal itu terjadi karena tuturan Ani dan Dewi dalam kalimat (98) dan (99) tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tuturan dan maksud tuturannya bersifat mutlak, sehingga kalimat (100) dan (101) itu tidak dapat diterima.

Bibliografi
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta.
______. 1995. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga
Ramlan, M. 1987. Ilmu Bahasa Indonesia: Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV Karyono.
______. 1995. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Tarigan, Henry Guntur. 1982. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan Angkasa.
______. 1984. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan Angkasa.
______. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Percetakan Angkasa.
______. 1987. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan Angkasa.
______. 1996. Menyimak sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Percetakan Angkasa.
Warsiman. 2007. Kaidah Bahasa Indonesia yang Benar. Bandung: Dewa Ruci.
Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

1 komentar: