Jumat, 19 Maret 2010

Pragmatik dan Keterampilan Berbahasa

Oleh Ade Heryawan, S. Pd.


A. Pendahuluan
Seperti kompetensi kebahasaan, kompetensi keterampilan berbahasa pun memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan pragmatik. Keterkaitan ini didasari suatu kenyataan yang menunjukkan bahwa kesuksesan dalam memaknai suatu kalimat atau wacana secara pragmatik harus didukung oleh penguasaan kompetensi keterampilan berbahasa. Kompetensi keterampilan berbahasa yang harus dikuasai ada empat, yaitu 1) keterampilan menyimak (listening skills), 2) keterampilan berbicara (speaking skills), 3) keterampilan membaca (reading skills), dan 4) keterampilan menulis (writing skills).

Keempat kompetensi keterampilan berbahasa ini pun tidak akan diuraikan secara mendalam. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk mengkajinya dalam berbagai sumber yang membahas keempat keterampilan berbahasa tersebut.

B. Kompetensi Keterampilan Menyimak
Menyimak merupakan “suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan” (Tarigan, 1994: 28).

Kompetensi keterampilan menyimak yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan proses menyimak, faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak, jenis-jenis menyimak, dan ciri-ciri penyimak yang sukses.

1. Proses Menyimak
Keterampilan menyimak memiliki suatu proses yang mencakup lima tahap, yaitu: 1) tahap mendengar, 2) tahap memahami, 3) tahap menginterpretasi, 4) tahap mengevaluasi, dan 5) tahap menanggapi.

Tahap pertama adalah tahap mendengar (hearing). Dalam tahap ini, penyimak baru mendengar segala sesuatu yang dikemukakan pembicara dalam bentuk ujaran atau pembicaraannya.

Tahap kedua adalah tahap memahami (understanding). Setelah penyimak mendengar, maka muncul keinginan untuk mengerti atau memahami dengan baik isi pembicaraan yang disampaikan pembicara.

Tahap ketiga adalah tahap menginterpretasi (interpreting). Penyimak yang baik, yang cermat, dan yang teliti, belum puas bila hanya mendengar dan memahami isi ujaran pembicara, ia pasti ingin menafsirkan atau menginterpretasikan isi, butir-butir pendapat yang terdapat dan tersirat dalam ujaran itu.

Tahap keempat adalah tahap mengevaluasi (evaluating). Setelah mendengar, memahami, dan menginterpretasi, penyimak mulai menilai atau mengevaluasi pendapat dan gagasan pembicara, terutama yang berkaitan dengan keunggulan, kelemahan, dan manfaatnya.

Dan tahap kelima yang merupakan tahap terakhir adalah tahap menanggapi (responding). Dalam tahap ini, penyimak akan menyambut, mencamkan, menyerap, dan menerima, atau menolak gagasan yang dikemukakan pembicara.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Menyimak
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan menyimak ada delapan faktor, yaitu: 1) faktor fisik, 2) faktor psikologis, 3) faktor pengalaman, 4) faktor sikap, 5) faktor motivasi, 6) faktor jenis kelamin, 7) faktor lingkungan, dan 8) faktor peranan dalam masyarakat.

Faktor pertama adalah faktor fisik. Faktor ini terdiri atas kondisi fisik penyimak dan lingkungan fisik sekitar penyimak. Kondisi fisik merupakan modal penting yang sangat menentukan bagi setiap penyimak, karena dengan kondisi fisik yang prima, keefektifan dan kualitas aktivitas penyimak akan prima pula. Dan kondisi lingkungan fisik pun merupakan modal yang tak kalah penting karena turut menentukan efektivitas dan kualitas aktivitas yang dilakukan penyimak.

Faktor kedua adalah faktor psikologis. Faktor ini melibatkan sikap-sikap dan sifat-sifat pribadi yang mencakup beberapa masalah, antara lain:
1. prasangka dan kurangnya rasa simpati terhadap pembicara dengan berbagai sebab dan alasan;
2. keegosentrisan dan keasyikan terhadap minat pribadi serta masalah pribadi;
3. kepicikan yang menyebabkan munculnya pandangan yang kurang luas;
4. kebosanan dan kejenuhan yang menyebabkan tidak adanya perhatian terhadap pokok pembicaraan; dan
5. sikap yang tidak layak terhadap pokok pembicaraan, atau terhadap pembicaranya.

Faktor ketiga adalah faktor pengalaman. Faktor ini merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan pengalaman yang dapat menguntungkan atau merugikan bagi penyimak itu sendiri.

Faktor keempat adalah faktor sikap. Faktor ini merupakan faktor yang muncul sebagai dampak dari faktor fisik, psikologis, dan pengalaman penyimak, sehingga dalam kegiatan menyimak, penyimak dapat memiliki dua sikap yang melahirkan dampak positif atau negatif, yaitu sikap menerima dan menolak.

Faktor kelima adalah faktor motivasi. Motivasi merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan seseorang. Bila motivasi untuk mengerjakan sesuatu kuat, maka kemungkinan untuk berhasil meraih tujuan lebih mudah terwujud. Demikian pula halnya dengan menyimak.

Faktor keenam adalah faktor jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian, laki-laki dan perempuan pada umumnya memiliki perhatian yang berbeda, dan cara memusatkan perhatian pada sesuatu pun berbeda. Misalnya pendapat Julian Silverman dalam Attentional Styles and the Study of Sex Differences menemukan beberapa fakta bahwa “gaya menyimak laki-laki pada umumnya bersifat objektif, aktif, keras hati, analitik, rasional, keras kepala, atau tidak mau mundur, menetralkan, intrinsif (bersifat mengganggu), berdikari/mandiri, sanggup mencukupi kebutuhan sendiri (swasembada), dapat menguasai/mengendalikan emosi; sedangkan gaya menyimak perempuan cenderung lebih subjektif, pasif, ramah/simpatik, difusif (menyebar), sensitif, mudah dipengaruhi, mudah mengalah, reseptif, bergantung (tidak berdikari), dan emosional” (Silverman, 1970: 139).

Faktor ketujuh adalah faktor lingkungan. Faktor lingkungan ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) lingkungan fisik, dan 2) lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan berbagai benda/sarana yang perlu diatur dan ditata sedemikian rupa sehingga memungkinkan setiap penyimak memiliki kesempatan yang sama untuk menyimak dan disimak. Dan lingkungan sosial merupakan berbagai suasana yang dapat mendorong penyimak untuk mengalami, mengekspresikan, dan mengevaluasi ide-ide penting yang disampaikan pembicara.

Dan faktor kedelapan adalah faktor peranan dalam masyarakat. Faktor ini merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi kegiatan menyimak. Misalnya, sebagai seorang pendidik yang memerlukan berbagai informasi yang berkaitan dengan pendidikan, ia akan menyimak ceramah, kuliah, atau siaran radio dan televisi dengan penuh perhatian.

3. Jenis-jenis Menyimak
Kegiatan menyimak terbagi menjadi dua jenis, yaitu 1) menyimak ekstensif (extensive listening), dan 2) menyimak intensif (intensive listening). Menyimak ekstensif ini terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu: 1) menyimak sosial, 2) menyimak sekunder, 3) menyimak estetik, dan 4) menyimak pasif. Dan menyimak intensif pun terbagi lagi menjadi enam jenis, yaitu: 1) menyimak kritis (critical listening), 2) menyimak konsentratif (concentrative listening), 3) menyimak kreatif (creative listening), 4) menyimak eksplorasif (exploratory listening), 5) menyimak interogatif (interrogative listening), dan 6) menyimak selektif (selective listening).

Jenis menyimak pertama adalah menyimak ekstensif (extensive listening). Menyimak ekstensif merupakan “sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak perlu di bawah bimbingan langsung dari seorang guru” (Tarigan, 1994: 35). Menyimak ekstensif ini dapat digunakan untuk dua tujuan yang berbeda, yaitu: 1) untuk menangkap atau mengingat kembali hal-hal yang telah dikenal atau diketahui dalam suatu lingkungan baru dengan cara baru; dan 2) memberi kesempatan dan kebebasan dalam menyimak hal-hal baru yang terdapat dalam arus ujaran yang berada dalam jangkauan dan kapasitas untuk menanganinya.

Menyimak ekstensif ini terbagi lagi menjadi empat jenis, yaitu: 1) menyimak sosial, 2) menyimak sekunder, 3) menyimak estetik, dan 4) menyimak pasif. Menyimak sosial ini mencakup dua hal, yaitu: 1) menyimak secara sopan santun dengan penuh perhatian terhadap ujaran dalam situasi-situasi sosial dengan suatu maksud; dan 2) menyimak dengan melibatkan diri dalam proses komunikasi. Menyimak sekunder merupakan sejenis kegiatan menyimak secara kebetulan (casual listening) dan secara ekstensif (extensive listening). Menyimak estetik atau menyimak apresiatif merupakan fase terakhir dari kegiatan menyimak kebetulan dan termasuk ke dalam menyimak ekstensif yang mencakup dua kegiatan, yaitu 1) menyimak musik, puisi, pembacaan bersama, drama radio, dan rekaman; 2) menikmati cerita, puisi, lakon-lakon yang dilakukan aktor. Dan menyimak pasif merupakan penyerapan suatu ujaran tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya-upaya pada saat belajar dengan kurang teliti, tergesa-gesa, menghafal luar kepala, berlatih santai, dan menguasai suatu bahasa.

Jenis menyimak kedua adalah menyimak intensif (intensive listening). Menyimak intensif merupakan dikotomi dari menyimak ekstensif, karena “menyimak intensif diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih diawasi, dikontrol terhadap suatu hal tertentu” (Tarigan, 1994: 40). Menyimak intensif ini terbagi menjadi enam jenis, yaitu: 1) menyimak kritis (critical listening), 2) menyimak konsentratif (concentrative listening), 3) menyimak kreatif (creative listening), 4) menyimak eksplorasif (exploratory listening), 5) menyimak interogatif (interrogative listening), dan 6) menyimak selektif (selective listening). Menyimak kritis merupakan sejenis kegiatan menyimak untuk mencari kesalahan atau kekeliruan, dan hal-hal yang baik dan benar dari ujaran seorang pembicara, dengan alas an kuat yang dapat diterima akal sehat. Menyimak konsentratif merupakan sejenis telaah dengan cara mengikuti petunjuk, mencari hubungan, mencari informasi, memperoleh pemahaman, menghayati ide-ide, memahami urutan ide-ide, dan mencatat fakta-fakta. Menyimak kreatif merupakan sejenis kegiatan dalam menyimak yang dapat mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, dan perasaan kinestetik yang disarankan atau dirangsang oleh hal-hal yang disimaknya. Menyimak eksplorasif merupakan sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan menyelidiki sesuatu, lebih terarah, dan lebih sempit. Menyimak interogatif merupakan sejenis kegiatan menyimak intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan pemilihan butir-butir ujaran pembicara, demi kepentingan untuk mengajukan sebanyak mungkin pertanyaan. Dan menyimak selektif merupakan sejenis kegiatan menyimak pasif yang lebih baik dan digunakan dalam mempelajari bahasa asing dengan cara memperhatikan nada suara, bunyi-bunyi asing, bunyi-bunyi yang bersamaan, kata dan frase, serta bentuk-bentuk ketatabahasaan bahasa asing tersebut.

4. Ciri-ciri Penyimak yang Sukses
Penyimak yang sukses atau penyimak yang baik (a good listener) memiliki beberapa ciri, antara lain: “1) berperilaku sopan santun, 2) memperoleh fakta-fakta, 3) benar-benar memusatkan perhatian, 4) menyimak dengan pertimbangan sehat, dan 5) dapat memanfaatkan hal-hal yang disimaknya” (Anderson, 1972: 73).

C. Kompetensi Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan “salah satu aspek keterampilan berbahasa berwujud ujaran bertekanan dan berintonasi yang dihasilkan oleh alat ucap dan dilengkapi dengan paralinguistik berupa mimik dan dramatisasi, serta digunakan untuk mengungkapkan kreatifitas perasaan, maupun pikiran sesuai dengan situasi pemakaiannya” (Natasasmita, 1995: 20). Kompetensi keterampilan berbicara yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan ragam berbicara, dan faktor-faktor pendukung keterampilan berbicara.

1. Ragam Berbicara
Keterampilan berbicara dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang pengkajian, antara lain berdasarkan kesempatan menjadi penutur, dan berdasarkan situasi pembicaraan.

Berdasarkan kesempatan sebagai penutur, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1) berbicara satu arah, dan 2) berbicara dua arah. Berbicara satu arah merupakan keterampilan berbicara yang hanya melibatkan penutur sebagai pembicara, tanpa pemberian kesempatan kepada lawan tuturnya untuk berperan sebagai pembicara, artinya lawan tutur hanya berperan sebagai penyimak. Sebaliknya, berbicara dua arah merupakan keterampilan berbicara yang memberikan kesempatan kepada penutur dan lawan tutur untuk menjadi pembicara secara bergantian.

Berdasarkan situasi pembicaraan, keterampilan berbicara dapat dibedakan menjadi dua ragam, yaitu 1) berbicara dalam situasi kekeluargaan, dan 2) berbicara dalam situasi resmi. Berbicara dalam situasi kekeluargaan merupakan keterampilan berbicara yang tidak memerlukan penggunaan kaidah kebahasaan yang baku, misalnya digunakan dalam obrolan keluarga, perkenalan, dan perpisahan. Sedangkan berbicara dalam situasi resmi merupakan keterampilan berbicara yang memerlukan penggunaan kaidah kebahasaan yang baik dan benar, formal, atau baku.

Keterampilan berbicara dalam situasi resmi itu, memiliki jenis yang beragam, antara lain: 1) ceramah, 2) diskusi, 3) diskusi panel, 4) seminar, 5) simposium, 6) santiaji, dan 7) kongres.

Ceramah merupakan “pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar, yang membicarakan suatu hal atau pengetahuan tertentu” (Depdikbud, 1996: 185). Oleh karena itu, ceramah memerlukan kekhususan yang diorientasikan kepada tema, tujuan, materi, sistematika, teknik, dan penampilan.

Diskusi merupakan pembicaraan bersama mengenai suatu masalah yang menyangkut kepentingan bersama yang dilakukan secara musyawarah dan mufakat. Maka suatu diskusi hanya akan dilangsungkan bila: 1) ada masalah yang khusus, baru, hangat, menarik, dan menyangkut kepentingan bersama; 2) adanya orang-orang yang terlibat dan menyumbangkan buah pikirannya; dan 3) ada keragaman bersama untuk mencari dan menemukan cara pemecahan masalah yang terbaik.

Diskusi panel merupakan “diskusi yang dilakukan oleh sekelompok orang (yang disebut panel) yang membahas suatu topik yang menjadi perhatian umum di hadapan khalayak, pendengar (siaran radio), atau penonton (siaran televisi), khalayak diberi kesempatan untuk bertanya atau memberikan pendapat” (Depdikbud, 1996: 238). Oleh karena itu, dalam diskusi panel terdapat: 1) panitia panel yang terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan beberapa pembantu yang diperlukan; 2) adanya peserta panel yang disebut panelis, terdiri atas para pakar disiplin ilmu tertentu; 3) adanya peminat yang mengikuti panel; dan 4) peninjau yang diundang panitia.

Seminar merupakan “pertemuan atau persidangan untuk membahas suatu masalah di bawah pimpinan ahli (guru besar, pakar, dsb)” (Depdikbud, 1996: 907). Simposium merupakan “pertemuan dengan beberapa pembicara yang mengemukakan pidato singkat tentang topik tertentu atau tentang beberapa aspek dari topik yang sama” (Depdikbud, 1996: 942).

Santiaji merupakan “pemberian petunjuk atau pengarahan mengenai strategi kerja yang terkadang disertai peragaan atau pelatihan” (Depdikbud, 1996: 878). Dan Kongres merupakan “pertemuan besar para wakil organisasi (politik, sosial, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan mengenai pelbagai masalah” (Depdikbud, 1996: 519).

2. Faktor-faktor Pendukung Keterampilan Berbicara
Berbicara dengan baik akan mudah dipahami lawan tutur. Oleh karena itu, dalam berbicara harus memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan. Selain itu, berbicara pun harus mudah dimengerti maksudnya, sehingga diperlukan pemahaman terhadap beberapa faktor pendukung keterampilan berbicara, antara lain: 1) pembicara, 2) pendengar, 3) alat yang digunakan dalam berbicara, 4) kesamaan pembicaraan, dan 5) pesan yang disampaikan.

D. Kompetensi Keterampilan Membaca
Membaca merupakan “salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat aktif reseptif dan tidak langsung, melalui pengalihkodean lambang-lambang grafemik atau tulisan menjadi ujaran yang bertekanan, berintonasi, dan berlagu, untuk menyerap makna-makna, ide-ide, gagasan-gagasan, sebagaimana yang dimaksud oleh pengucapnya” (Natasasmita, 1995: 28). Kompetensi keterampilan membaca yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan aspek-aspek membaca, dan jenis-jenis membaca.

1. Aspek-aspek Membaca
Keterampilan membaca tidak dapat diperoleh secara sekaligus, melainkan berlangsung melalui penguasaan kemampuan dan keterampilan dua aspek, yaitu: 1) aspek gerak, dan 2) aspek pemahaman.

Aspek gerak mencakup dua penguasaan kemampuan dan keterampilan, yaitu: 1) mengalih lambang bunyi ujar menjadi ujaran yang sesuai dengan kaidah pengejaannya; dan 2) mengalih lambang-lambang tanda baca menjadi tekanan, intonasi, dan lagu ujar yang sesuai dengan kaidah pengejaannya.

Sedangkan aspek pemahaman yang merupakan akibat langsung dari penguasaan kemampuan dan keterampilan aspek gerak, mencakup sembilan tahap pemahaman, yaitu: 1) pemahaman sederhana, seperti pemahaman makna-makna leksikal, gramatikal, dan retorika sederhana; 2) pemahaman signifikan, yaitu pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam tulisan; 3) pemahaman analisis, yaitu pemahaman yang menghasilkan rincian-rincian detail yang terkandung dalam tulisan; 4) pemahaman aplikatif, yaitu pemahaman yang menghasilkan berbagai penerapan tulisan dengan penggunaannya; 5) pemahaman korelatif, yaitu pemahaman kandungan tulisan dalam hubungannya dengan pemahaman lain yang telah dikuasai; 6) pemahaman apresiasif, yaitu pemahaman kandungan tulisan dengan kemungkinan mengajukan penilaian atau penghargaan; 7) pemahaman evaluasi, yaitu pemahaman kandungan tulisan dengan kemungkinan memperoleh kesimpulan; 8) pemahaman komparatif, yaitu pemahaman kandungan isi tulisan dengan kemungkinan mengemukakan perbandingan antar bagian, maupun perbandingan dengan pemahaman yang telah dikuasai; dan 9) pemahaman situasi yang melatarbelakangi kandungan tulisan.

2. Jenis-jenis Membaca
Keterampilan membaca pun dapat dibedakan berdasarkan beberapa sudut pandang pengkajian, antara lain berdasarkan adanya suara yang dikeluarkan, dan berdasarkan sifatnya.

Berdasarkan adanya suara yang dikeluarkan, membaca dibedakan menjadi dua jenis, yaitu 1) membaca nyaring; dan 2) membaca dalam hati. Membaca nyaring merupakan kegiatan membaca yang diikuti oleh gerak bibir, suara yang keras atau nyaring, dan gerak tubuh lain. Sedangkan membaca dalam hati merupakan kegiatan membaca yang hanya diikuti oleh gerakan mata, tanpa gerakan lain, apalagi suara yang nyaring.

Dan berdasarkan sifatnya, membaca dibedakan menjadi dua jenis pula, yaitu 1) membaca ekstensif; dan 2) membaca intensif. Membaca ekstensif merupakan kegiatan membaca yang dilakukan secara cepat dan bertujuan untuk memperoleh gambaran umum, misalnya membaca survey dan membaca sekilas. Membaca survey biasanya dilakukan untuk kepentingan studi agar mendapatkan gambaran garis-garis besar kandungan tulisan, seperti judul, bab-bab, dan pasal-pasal. Membaca sekilas atau skimming biasanya dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang kesan umum kandungan tulisan, atau mengenali bagian-bagian tertentu.

Sedangkan membaca intensif merupakan “tingkat membaca utama yang dilakukan dengan cara: (a) teliti, sebab bertujuan menyerap isi dengan cepat, cermat, efektif, dan efisien; (b) kritis, sebab bertujuan menyerap ide-ide dan gagasan-gagasan pokok yang logis, rasional, dan objektif; (c) seksama, sebab bertujuan menelaah struktur isi yang dituangkan dalam tulisan; (d) membaca telaah bahasa, sebab bertujuan memperoleh gambaran detail bahasa sebagai objek ilmu” (Natasasmita, 1995: 29).

E. Kompetensi Keterampilan Menulis
Menulis merupakan “menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu” (Tarigan, 1982: 21). Kompetensi keterampilan menulis yang perlu diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan pragmatik adalah kemampuan yang berkaitan dengan jenis-jenis tulisan, dan penulis yang sukses.

1. Jenis-jenis Tulisan
Jenis-jenis tulisan telah banyak dikemukakan beberapa para ahli dengan menggunakan berbagai sudut pandang yang berbeda sebagai dasar pengklasifikasian-nya. Pada bagian ini, jenis-jenis tulisan hanya akan dilihat berdasarkan tiga dasar pengklasifikasian, yaitu berdasarkan penyampaian isi, berdasarkan nada, dan berdasarkan penggunaan fakta.

a. Berdasarkan Penyampaian Isi
Berdasarkan penyampaian isi, tulisan diklasifikasikan menjadi lima jenis. Kelima jenis tulisan ini adalah: 1) tulisan narasi, 2) tulisan deskripsi, 3) tulisan eksposisi, 4) tulisan persuasi, dan 5) tulisan argumentasi.

Tulisan narasi merupakan “semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu peristiwa atau kejadian, sehingga peristiwa itu tampak seolah-olah dialami sendiri oleh para pembaca” (Keraf, 1993: 17). Tulisan narasi ini terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) narasi ekspositoris, dan 2) narasi sugestif. Narasi ekspositoris merupakan tulisan narasi yang mempersoalkan tahap-tahap kejadian atau rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca, sehingga dapat memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca. Dan narasi sugestif pun merupakan tulisan narasi yang mempersoalkan tahap-tahap kejadian atau rangkaian-rangkaian perbuatan kepada pembaca, tetapi tujuan atau sasarannya bukan memperluas pengetahuan atau pengertian pembaca, melainkan berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman, sehingga tulisan narasi sugestif ini selalu melibatkan daya khayal atau imajinasi.

Tulisan deskripsi merupakan “semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek atau hal sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan pembaca melihat sendiri objek itu” (Keraf, 1995: 16).

Tulisan eksposisi merupakan “suatu bentuk wacana yang berusaha menguraikan suatu objek, sehingga memperluas pandangan atau pengetahuan pembaca” (Keraf, 1995: 7).

Tulisan persuasi merupakan “karangan yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pengarang pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang” (Keraf, 1987: 118). Oleh karena itu, untuk mengadakan persuasi, Aristoteles dalam Rhetorica mengajukan tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1) watak dan kredibilitas pembicara, 2) kemampuan pembicara mengendalikan emosi hadirin, dan 3) bukti-bukti atau fakta-fakta yang diperlukan untuk membuktikan suatu kebenaran.

Tulisan argumentasi merupakan “suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara” (Keraf, 2001: 3). Melalui argumentasi, penulis berusaha merangkaikan berbagai fakta sedemikian rupa, sehingga ia mampu menunjukkan bahwa suatu pendapat atau suatu hal itu benar atau tidak.

b. Berdasarkan Nada
Berdasarkan nada, tulisan diklasifikasikan menjadi enam jenis. Keenan jenis tulisan ini adalah: 1) tulisan bernada akrab, 2) tulisan bernada informatif, 3) tulisan bernada penjelasan, 4) tulisan bernada argumentasi, 5) tulisan bernada mengkritik, dan 6) tulisan bernada otoritatif.

Tulisan bernada akrab merupakan tulisan yang berbentuk tulisan pribadi. “Tulisan pribadi adalah suatu pernyataan dari gagasan-gagasan serta perasaan-perasaan kita mengenai pengalaman-pengalaman kita sendiri yang ditulis baik bagi kesenangan kita sendiri ataupun bagi kepentingan dan kenikmatan sanak keluarga atau sahabat karib” (Tarigan, 1982: 30). Tulisan bernada pribadi ini dapat berupa catatan harian, cerita otobiografis, lelucon otobiografis, dan esei pribadi.

Tulisan bernada informatif atau tulisan bernada penerangan merupakan tulisan deskripsi yang mengajak pembaca untuk bersama-sama menikmati, merasakan, dan memahami beberapa objek, kegiatan, atau suasana hati yang telah dialami penulis. Tulisan ini dapat berbentuk pemerian faktual dan pemerian pribadi.

Tulisan bernada penjelasan atau tulisan penyingkapan merupakan tulisan yang memiliki tujuan utama untuk menjelaskan sesuatu kepada pembaca melalui pengklasifikasian, pembatasan, penganalisisan, penjelajahan, penafsiran, dan penilaian. Tulisan ini dapat berbentuk klasifikasi, definisi, analisis, dan opini.

Tulisan bernada argumentasi merupakan tulisan yang bersifat argumen-tatif atau mendebat, sehingga tulisan ini bersifat meyakinkan. Oleh karena itu, tulisan bernada argumentasi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu persuasi logis dan persuasi emosional.

Tulisan bernada mengkritik merupakan tulisan yang menghasilkan tulisan mengenai sastra. Tulisan ini biasanya berupa analisis kritis yang mengkaji unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik pada karya sastra.

Dan tulisan bernada otoritatif merupakan tulisan yang menghasilkan karya ilmiah. Tulisan ini biasanya melalui beberapa tahapan, yaitu memilih topik, membaca pendahuluan, menentukan bibliografi pendahuluan, membuat kerangka pendahuluan, membuat catatan, menyusun kerangka akhir, menyusun naskah pertama, mengadakan revisi, menyusun naskah akhir, dan mengoreksi cetakan percobaan.

c. Berdasarkan Penggunaan Fakta
Berdasarkan penggunaan fakta, tulisan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tulisan ilmiah dan tulisan non-ilmiah. Tulisan ilmiah dapat berupa esei, resensi, artikel, makalah, laporan ilmiah, paper, kertas kerja, buku ilmiah, buku pelajaran, naskah ilmiah, skripsi, tesis, dan disertasi. Dan tulisan non-ilmiah dapat berupa puisi, novel, cerita pendek, dan drama.

2. Penulis yang Sukses
Penulis yang sukses merupakan penulis yang dapat menyajikan tulisan yang baik. Dan tulisan yang baik ini merupakan komunikasi pikiran dan perasaan yang efektif. Semua tulisan dapat dikatakan efektif atau tepat guna jika penulis:
1. benar-benar mengetahui hal-hal yang menjadi pokok pembicaraannya;
2. menguasai cara memberi struktur terhadap gagasan-gagasannya; dan
3. mengetahui cara mengekspresikan dirinya dengan baik, yaitu menguasai gaya yang serasi.

1 komentar:

  1. Menulis bekerja untuk pengetahuan. Mari biasakan tuk menulis. Bagus blognya.

    BalasHapus