Oleh Ade Heryawan, S. Pd.
A. Pendahuluan
Aminuddin dalam Pengantar Apresiasi Karya Sastra menjelaskan bahwa “Sebagai salah satu genre sastra, karya fiksi mengandung unsur-unsur, meliputi: (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi itu sendiri sehingga menjadi suatu wacana” (Aminuddin, 1995: 66).
Selain keempat unsur tersebut, perlu diperhatikan bahwa dalam memaparkan isi penciptaan, pengarang akan melakukannya melalui berbagai cara, antara lain melalui penjelasan atau komentar, dialog maupun monolog, dan lakuan atau action. Cara penyampaian isi penciptaan ini, mutlak memerlukan unsur-unsur prosa fiksi yang terdiri atas lapis bentuk dan lapis makna.
Lapis bentuk ini sering disebut struktur atau unsur intrinsik. Lapis bentuk ini terdiri atas plot atau alur, karakter atau karakterisasi, setting atau latar, point of view atau titik kisah, dan style atau gaya. Dan lapis maknanya terdiri atas pembayangan peristiwa yang akan terjadi atau foreshadowing, tegangan atau suspense, nada atau feeling, suasana atau tone, dan tema atau theme.
Berbeda halnya dengan pendapat Burhan Nurgiyantoro dalam Teori Pengkajian Fiksi yang menjelaskan bahwa “Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan” (Nurgiyantoro, 2002: 22). Menurutnya, meskipun unsur-unsur itu tidak dapat benar-benar dipilah, secara garis besar berbagai macam unsur itu dapat dikelompokkan secara tradisional menjadi dua bagian, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Dan kedua unsur inilah yang paling sering disebut para kritikus ketika mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra.
B. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik (intrinsic) merupakan unsur-unsur yang secara langsung membangun karya sastra dan secara faktual akan dijumpai ketika membaca karya sastra itu. Unsur-unsur intrinsik ini antara lain terdiri atas: tema, tokoh dan karakteristiknya, dialog, latar, suasana, alur atau plot, peristiwa, cerita, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
Dan secara tradisional, unsur-unsur intrinsik itu ternyata sering dibagi lagi menjadi dua, yaitu berdasarkan unsur bentuk dan isi. Pembagian ini merupakan pembagian dikotomis yang sebenarnya diterima orang dengan berbagai keberatan. Pembagian ini tampaknya sederhana, agak kasar, tetapi sebenarnya tidak mudah dilakukan. Hal ini dikarenakan, pada kenyataannya tidak mudah memasukkan unsur-unsur tertentu ke dalam unsur bentuk ataupun unsur isi, mengingat keduanya saling berhubungan. Bahkan, tidak mungkin rasanya bila membicarakan atau menganalisis salah satu unsur itu tanpa melibatkan unsur lain. Misalnya, unsur peristiwa dan tokoh dengan segala emosi dan perwatakannya merupakan unsur isi, namun masalah struktur pengurutan peristiwa secara linear dalam karya fiksi (plot) dan penokohan yang untuk sementara dibatasi pada teknik menampilkan tokoh dalam suatu karya fiksi tergolong unsur bentuk. Padahal, kenyataannya pembicaraan unsur plot dan penokohan tidak mungkin dilakukan tapa melibatkan unsur peristiwa dan tokoh. Oleh karena itu, pembedaan unsur tertentu ke dalam unsur bentuk atau isi, sebenarnya lebih bersifat teoritis di samping terlihat untuk menyederhanakan masalah.
C. Unsur Ekstrinsik
Unsur kedua yang membangun karya fiksi adalah unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik (extrinsic) ini merupakan unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung turut mempengaruhi sistem organisme karya sastra. Seperti halnya unsure intrinsik, unsur ekstrinsik pun terdiri dari sejumlah unsur. Unsur-unsur yang dimaksud menurut Wellek dan Austin Waren (1956, 75-135) yang dikutip Burhan Nurgiyantoro dalam Teori Pengkajian Fiksi “antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya” (Nurgiyantoro, 2002: 24). Atau dengan kata lain, unsur biografi pengarang akan turut menentukan corak karya yang dihasilkannya.
Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik berupa psikologi pengarang yang mencakup proses kreativitas pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karyanya. Selain itu, keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial pun akan berpengaruh terhadap karya sastra, dan hal ini pun merupakan bagian dari unsur ekstrinsik. Serta pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni lain, dan dilihat dari sisi sumber ilmu pelengkap seperti paedagogi, sosiologi, psikologi, religi, politik, dan sebagainya termasuk ke dalam unsur ekstrinsik yang turut membangun suatu penciptaan karya sastra.
Menurut Renne Wellek dan Austin Waren yang dikutip Soedjiono dalam Pengetahuan dan Apresiasi Sastra, pengkajian terhadap unsur ekstrinsik karya sastra mencakup empat hal, yaitu:
1. Mengkaji hubungan antara sastra dengan biografi atau psikologi pengarang.
2. Mengkaji hubungan sastra dengan aspek-aspek politik, social, ekonomi, budaya, dan pendidikan.
3. Mengkaji hubungan antara sastra dengan hasil-hasil pemikiran manusia seperti ideologi, filsafat, pengetahuan, dan teologi.
4. Mengkaji hubungan antara sastra dengan semangat zaman, atmosfir atau iklim intelektual tertentu.
ini ada buku ebooknya kh pak ? jika ada bisa kirim di email saya , andikaputramania35@gmail.com
BalasHapus